Kamis, 14 Juni 2012

Mertuaku Tetap Sama

Dua puluh tahun yang lalu kita bermain di TK ini, tempat pertama kali kita bertemu dan juga pertama kali aku menangis karena ulahmu sebelum masa-masa berikutnya kamu masih membuatku menangis.

"Anita, maukah kau menikah denganku?"

Aku menoleh ke belakang. Ada haru yang menyiksa ketika pundakmu nampak samar. Pundak laki-laki yang tinggi dan berkacamata, bernama Surya. Pundak yang kokoh. Pundak yang menjadi tempat ku menangis saat ibu memutuskan untuk berpisah dengan ayah. Pundak yang membuatku tertidur saat kelelahan mengerjakan skripsi. Pundak yang pasrah kucubit-cubit karena gemas. Pundak yang kukejar saat berlalu waktu itu. Sampai lelah aku kejar, pundak itu tidak bersedia lagi menopangku.

"Anita, maukah kau menikah denganku?"

Aku membalikkan wajahku kembali. Di senyumku ini ada rasa berat dan pasrah yang kusampaikan. Kuiyakan saja lamaran Adit, laki-laki yang tinggi dan berkacamata. Toh dengan Surya atau dengan Adit, mertuaku tetap saja sama.

2 komentar: