Sabtu, 01 Desember 2012

Lalu Waktu Bukan Giliranku : Repost


Kulihat kamu menundukkan kepala, membiarkan wajahmu dihangatkan oleh uap kopi dari cangkir di tanganmu. Sejak mendarat di bandara tadi, parasmu kosong tapi menyimpan misteri bagaikan lukisan-lukisan Jeihan. Entah apa yang ada dalam benakmu.
Mungkin kamu menyesal mengambil assignment pemotretan di Ambon bersamaku dan menyalahkan agenmu yang tak memberi tahu bahwa aku ada dalam penugasan yang sama.
Mungkin kamu tengah memikirkan dia yang entah berada di mana. Mungkin kamu sedang mengenang mami. Barangkali juga kamu tak sedang merenungkan apa pun, seperti biasa.
Jadilah pagi itu ada dua orang aneh duduk di beranda lantai lima Hotel Marina. Aku memperhatikan kesibukan warga kota yang bersicepat dengan waktu. Kamu menatap cangkir kopi yang mulai menipis isinya.
Hampir setengah jam kita membisu seperti itu dan tak beranjak ke mana-mana. Aku jadi ingat kamu pernah bilang, “Kita memang dua orang yang tak pernah beranjak ke mana-mana. Mungkin kita memang hanya saling menemukan, meski tak pernah saling kehilangan. Kita adalah dua orang yang kebetulan tengah duduk bersisian: lalu berbagi matahari, laut, langit, kapuk yang beterbangan, cahaya, ilalang, bebatuan, jejak bintang.
Aku akan sesekali pergi. Kamu akan sesekali pergi. Suatu hari nanti, kita mungkin akan pulang. Entah ke mana. Mungkin ke tempat ini lagi. Atau ke tempat lain. Mungkin aku kembali. Mungkin kamu kembali. Mungkin juga tidak. Tetapi semua itu bukan masalah. Karena saat ini kita memang sedang tidak hendak beranjak ke mana-mana.”
Sampai pagi ini di Ambon, di bawah matahari yang redup, kita memang belum beranjak ke mana-mana. Aku mulai merasa tak nyaman.
source :  perempuanku
8 Februari, 2011 : Lalu Waktu Bukan Giliranku

0 komentar:

Posting Komentar