Kamis, 02 Februari 2012

Last Love Letter

Selamat malam, Sayang.
Aku menulis surat ini beberapa hari sebelum kita diperbolehkan untuk kembali bertemu. Sepuluh tahun sudah aku berada di dunia yang ambigu. Aku belum sampai di rumah Tuhan. Malaikat berkata bahwa masih ada urgensi yang harus kuselesaikan disini. Seluruh memoriku dihapus, tapi kemudian aku tidak paham bagaimana aku bisa mengingatmu yang ternyata adalah penyebab aku tidak bisa pergi. Aku memohon pada Tuhan kala itu, agar kita bisa bertemu satu hari lagi. Dan kemudian aku bisa pergi.

Hari itu sepuluh tahun yang lalu kita bertengkar hebat. Kita masih sangat muda saat itu. Aku berteriak sampai kau menangis meninggalkanku. Kau tahu kemana aku setelah kau membanting pintu rumahku? Aku berpikir keras bagaimana cara menyelesaikan ini. Kita bersama sejak kecil, tetapi baru kali ini terbelit akar masalah yang rumit. Ketahuilah, meskipun aku pergi ke club dan minum bersama teman-teman wanitaku, tapi kaulah rumahku. Pada akhirnya aku akan pulang padamu. Sampai akhirnya sore itu juga aku membeli sepasang cincin dengan uang tabunganku sendiri. Hasil dari petikan gitarku di cafe-cafe. Aku begitu larut dalam khayal yang bahagia dalam perjalanan pulang ke rumahmu, sampai tidak memperhatikan kendaraan yang begitu besar melaju kencang dari arah seberang yang akhirnya membuatku tak terjamah seperti ini.

Sayang, aku tahu betapa sulitnya hidupmu sepuluh tahun ini. Tubuhmu semakin kurus, matamu sayu, dan aura ceriamu berubah menjadi kelam. Mengingat bahwa kau dulu hanya punya aku, hidupmu sebatang kara tanpa siapapun. Tinggal dalam rumah kontrakan yang kecil, bekerja paruh waktu di restoran, dan setiap hari hanya mau makan mie instan. Bagaimana aku tidak nanar melihatmu?

Aku beruntung Tuhan memberikan kesempatan satu hari ini untuk bersamamu. Awalnya kau tidak percaya bahwa ini benar-benar aku. Kita menangis berdua di jalan setapak taman yang sering kita lalui dulu. Memasak bersama, mengecat rumah, bermain gitar dan menyanyi. Cincin yang belum sempat tersematkan dulu, sudah kuberikan. Sayangnya satu hari hanyalah satu hari. Hanya 24 jam. Urusanku sudah selesai disini.

Sayang, kereta Tuhan sudah datang. Aku benar-benar harus pergi, kali ini aku tidak bisa kembali lagi. Kau jangan terus makan mie instan lagi. Jangan berwajah sayu seperti itu lagi, aku tidak ingin memasuki kereta dengan suara isakanmu nanti. Temukan seseorang diluar sana yang mampu menjagamu lebih dari yang kulakukan. Hiduplah bahagia.

Sayang, bisakah kau hidup bahagia demi aku?


#inspiredfrom49days

0 komentar:

Posting Komentar